Tak terasa sudah tiga tahun aku
menimba ilmu di Negeri Sakura, Jepang. Tak banyak yang patut aku ceritakan
disini. Karena selama aku disana aku tak mampu berbuat apa apa selain belajar
dan bekerja paruh waktu untuk biaya tambahan. Kini aku sudah kelas 3 SMA. Mungkin mengenai pengalaman asmara aku sudah
banyak mengalaminya. Mulai dari pacaran
dengan gadis jepang yang cantik cantik hingga pacaran dengan teman yang sesama
orang Indonesia. Di kelas 3 ini
sejujurnya aku sangat senang karena aku bisa sekelas lagi dengan temanku Kojiro
dan Rina. Mereka berdua adalah sahabat baikku semenjak aku tinggal di
Jepang. Mereka berdua masih mempunyai
darah Indonesia sehingga mereka masih bisa berbahasa indonesia walau sedikit
terbata bata. Ngomong ngomong semua percakapan yang ada disini sudah aku ubah
ke bahasa indonesia agar para pembaca tidak kesulitan.
“Hey Doni, tak kusangka bahwa kita
dapat sekelas lagi. Kau tahu, kita bertiga berada di kelas yang sama selama 3
tahun.” , sapa Kojiro. “ Yes, Kojiro, apa kau telah melihat Rina? Mungkinkah
dia terlambat pada hari pertama sekolah”, tanyaku. “tidak Doni, aku tidak
melihatnya. Mungkin Rina masih di lapangan. Dan dia belum terlihat di kelas.”,
jawab Kojiro. Tak lama kemudian kami
berbincang bincang tiba tiba Rina datang. “Ohayougozaimasu, maafkan aku sedikit
terlambat. Yes kita satu kelas lagi. Hey Doni apa kamu sudah bisa melupakan Yuki?
Mungkin sedikit berat ya? Tapi coba lihatlah disini banyak wanita yang cantik
cantik. Secantik aku.” ,sahut Rina. Rina memang gadis yang sangat cerewet. Dia
sangat ingin menjadi dokter. Cuma hal yang tak dapat aku bayangkan bagaimana
jika kelak Rina jadi dokter. Apakah pasiennya akan diajak bicara dalam waktu
yang lama. Tak ada yang tahu. Sedang asyik asyiknya kami berbicara tiba tiba
bel tanda masuk pun berbunyi dan kami duduk di tempat kami masing masing.
Sejenak aku renungkan omongan Rina tadi pagi. Mungkin ada benarnya juga. Buat
apa aku menangisi kepergian Yuki ke Amerika. Lagipula kami putus secara baik.
Dan kami masih bisa berjumpa di internet.
Lagian hari ini tak ada yang special.
Sepulang sekolah aku langsung kerja
paruh waktu sebagai pramusaji di restoran. Aku biasanya bekerja sampai jam 9
malam. Sekitar pukul 9 sore di restoran
itu aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Dan dengan semangat
aku maju untuk mencatat pesanannya. “silakan, nama saya Doni. Mau pesan apa?”,
sahutku sembari menyerahkan daftar menu kepada gadis itu.” Gadis itu hanya
tersenyum sambil menatap handphonenya. Dan akupun bingung mengapa gadis itu
tertawa kecil setelah mendengar suaraku. Dan ternyata dia mengenal aku. Tapi
akupun tak tahu siapa dia. “ Doni, apa kamu kerja disini? Kita ini teman
sekelas. Apa tadi siang di sekolah kau
tidak mengenal aku? Aku Haruna Suzuki. Salam kenal.” Kata gadis itu. Karena
terlalu lama aku diam disana, aku hingga ditegur oleh manager. Dan akupun
mencatatkan pesanannya Haruna. Dan akhirinya Haruna adalah pelanggan terakhir
di restoran. Karena Hari sudah cukup malam, aku mengajak Haruna untuk pulang
bersama. Dan tak kusangka bahwa rumah Haruna dan rumahku dekat sekali. Hanya
beda satu blok.
Semenjak kejadian itu aku dan Haruna
jadi teman baik. Hal itupun tercium oleh Rina dan Kojiro di sekolah. “Hei Doni, apa kamu sekarang sedang dekat
dengan Haruna? Atau kamu suka sama dia?” tanya Kojiro. “Iya Kojiro, mungkin aku suka sama Haruna. Bagaimana pendapatmu?
Apakah dia gadis yang cantik?” tanyaku. “Iya, dia cantik”, jawab Kojiro dengan
nada sedikit agak kesal.
Akupun bingung.
Mengapa Kojiro bisa mengucapkan hal itu dengan nada cukup kesal. Aku juga
sangat penasaran. Setelah kejadian itu hubunganku dan Kojiro cukup renggang.
Dan lebih parahnya lagi Rina yang biasanya sangat baik dan ramah kepadaku malah
lebih berpihak ke Kojiro. Hal ini mungkin belum seberapa. Setiap kali kerja kelompok, aku selalu
dibuang dari mereka dan mereka malah memilih Haruna,bukan aku yang notabennya
adalah sahabat baik mereka. Mungkinkah Kojiro suka sama Haruna? Tak ada yang
tahu. Pokoknya maaf, aku hanya bisa ngobrol dengan Haruna lewat telepon.
Sebetulnya aku bisa berkomunikasi dengan Haruna, jika tak ada Kojiro dan Rina disamping Haruna. Seolah
olah Haruna dikawal agar dia tidak bisa dekat denganku.
Suatu hari aku memberanikan diri bertanya kepada Kojiro, “Kojiro,
bisakah kita bicara empat mata antar lelaki?”. “Silahkan sajalah. Bisa kita
mulai sekarang.” Jawab Kojiro dengan penuh perasaan bijakasana. “Kojiro, aku
ingin bertanya sesuatu. Apakah Kau suka sama Haruna? Jika kamu suka Haruna, aku
tak keberatan. Aku akan mundur demi persahabatan. Tapi jika kau tidak ada
perasaan ke Haruna, bolehkah aku mendekati dia? “ kataku. Kuperhatikan secara
seksama muka Kojiro yang putih seketika menjadi Merah padam. Dan katanya,”
Tidak bisa! Kalau kau mau mendekati dia langkahi dulu mayatku!” . Mungkin Kojiro
sangat marah dengan kata kataku, dan bukannya hal ini semakin mendekatkan aku
dengan Kojiro dan Rina, yang ada aku semakin dijauhi oleh Kojiro dan Rina.
Mungkin itu adalah rasa yang sangat menyedihkan. Kehilangan
dua sahabat karib kalian hanya gara gara menyukai gadis yang sama. Tapi aku menerimanya dengan lapang dada. Aku
hanya bisa memperhatikan Haruna tersenyum dan tertawa bersama Rina dan Kojiro. Hanya itu yang menjadi semangat untukku.
Meski tak dapat bersama lagi dengan mereka. Beruntung masih banyak sahabat
sahabatku yang lain. Tapi sejujurnya tak seindah saat aku bersahabat dengan Kojiro
dan Rina.
Suatu hari di sepulang sekolah aku mengikuti mereka bertiga.
Mereka berhenti di depan mesin penjual minuman otomatis. Tak lama kemudian aku
mendengar dan melihat sendiri. Kojiro ngomong sesuatu kepada Haruna, “Haruna.
Sejujurnya aku suka sama kamu. Maukah kamu mau menjadi pacarku?’, kata Kojiro.
“Aku masih bingung. Karena sejujurnya aku juga menyukaimu tapi aku akan merasa
sangat bersedih karena aku Doni kalian kucilkan. Apakah dia pantas mendapatkan
hal itu?” tanya Haruna. “tenang saja Haruna. Kami sengaja menjauhi Kamu dari
Doni karena Doni itu bukanlah pria yang baik untukmu. Kojirolah yang sangat
baik untukmu. Mungkin dia hanyalah Gaijin (orang asing) yang sepulang dari sini
akan kembali ke kampungnya. Dia itu kan orang kampung. Tak usahlah kau pikirkan
si Doni itu. Jadi kamu mau terima Kojiro atau tidak?” kata Rina. “Sialan, tak
kusangka Rina bisa bicara sekasar itu
tentang aku. Bahkan dia menjelek jelekkan aku dan kampungku. Padahal kan dia
juga Orang Indonesia.” Gumamku dalam hati.
Setelah beberapa lama aku menunggu
akhirnya Haruna menjawab kalau dia juga suka sama Kojiro. Dia terima cintanya Kojiro.
Dan dengan perasaan hancur, aku keluar dari tempat persembunyianku. Dan aku
memberikan ucapan selamat kepada Kojiro dan Ucapan terimakasih kepada Rina
karena telah sukses membuat hatiku hancur sehancur hancurnya.
Dengan hati yang tidak karuan aku
pergi meninggalkan mereka bertiga yang tengah berbahagia dan hatiku sangat
hancur saat itu. Aku tidak bekerja paruh waktu pada hari itu. Dan akupun
langsung pulang kerumah. Sampai rumah aku langsung mandi sambil merenung.
Mengapa hal ini terjadi padaku?Haruskah aku pulang ke Indonesia untuk melupakan
mereka bertiga dan melupakan cita citaku yang sangat aku inginkan dari kecil? Atau
aku akan tetap tinggal di Jepang walau dengan perasaan yang hancur lebur? Mungkin
itulah jalan takdirku. Kedua sahabatku bersekutu untuk menghancurkan aku. Wanita
yang aku suka mengambil alih posisiku dalam kelompok.