Senin, 26 Agustus 2013

Ironi Cinta dari Negeri Sakura



            Tak terasa sudah tiga tahun aku menimba ilmu di Negeri Sakura, Jepang. Tak banyak yang patut aku ceritakan disini. Karena selama aku disana aku tak mampu berbuat apa apa selain belajar dan bekerja paruh waktu untuk biaya tambahan. Kini aku sudah kelas 3 SMA.  Mungkin mengenai pengalaman asmara aku sudah banyak mengalaminya. Mulai dari  pacaran dengan gadis jepang yang cantik cantik hingga pacaran dengan teman yang sesama orang Indonesia.  Di kelas 3 ini sejujurnya aku sangat senang karena aku bisa sekelas lagi dengan temanku Kojiro dan Rina. Mereka berdua adalah sahabat baikku semenjak aku tinggal di Jepang.  Mereka berdua masih mempunyai darah Indonesia sehingga mereka masih bisa berbahasa indonesia walau sedikit terbata bata. Ngomong ngomong semua percakapan yang ada disini sudah aku ubah ke bahasa indonesia agar para pembaca tidak kesulitan.
            “Hey Doni, tak kusangka bahwa kita dapat sekelas lagi. Kau tahu, kita bertiga berada di kelas yang sama selama 3 tahun.” , sapa Kojiro. “ Yes, Kojiro, apa kau telah melihat Rina? Mungkinkah dia terlambat pada hari pertama sekolah”, tanyaku. “tidak Doni, aku tidak melihatnya. Mungkin Rina masih di lapangan. Dan dia belum terlihat di kelas.”, jawab Kojiro.  Tak lama kemudian kami berbincang bincang tiba tiba Rina datang. “Ohayougozaimasu, maafkan aku sedikit terlambat. Yes kita satu kelas lagi. Hey Doni apa kamu sudah bisa melupakan Yuki? Mungkin sedikit berat ya? Tapi coba lihatlah disini banyak wanita yang cantik cantik. Secantik aku.” ,sahut Rina. Rina memang gadis yang sangat cerewet. Dia sangat ingin menjadi dokter. Cuma hal yang tak dapat aku bayangkan bagaimana jika kelak Rina jadi dokter. Apakah pasiennya akan diajak bicara dalam waktu yang lama. Tak ada yang tahu. Sedang asyik asyiknya kami berbicara tiba tiba bel tanda masuk pun berbunyi dan kami duduk di tempat kami masing masing. Sejenak aku renungkan omongan Rina tadi pagi. Mungkin ada benarnya juga. Buat apa aku menangisi kepergian Yuki ke Amerika. Lagipula kami putus secara baik. Dan kami masih bisa berjumpa di internet.  Lagian hari ini tak ada yang special.
            Sepulang sekolah aku langsung kerja paruh waktu sebagai pramusaji di restoran. Aku biasanya bekerja sampai jam 9 malam.  Sekitar pukul 9 sore di restoran itu aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Dan dengan semangat aku maju untuk mencatat pesanannya. “silakan, nama saya Doni. Mau pesan apa?”, sahutku sembari menyerahkan daftar menu kepada gadis itu.” Gadis itu hanya tersenyum sambil menatap handphonenya. Dan akupun bingung mengapa gadis itu tertawa kecil setelah mendengar suaraku. Dan ternyata dia mengenal aku. Tapi akupun tak tahu siapa dia. “ Doni, apa kamu kerja disini? Kita ini teman sekelas.  Apa tadi siang di sekolah kau tidak mengenal aku? Aku Haruna Suzuki. Salam kenal.” Kata gadis itu. Karena terlalu lama aku diam disana, aku hingga ditegur oleh manager. Dan akupun mencatatkan pesanannya Haruna. Dan akhirinya Haruna adalah pelanggan terakhir di restoran. Karena Hari sudah cukup malam, aku mengajak Haruna untuk pulang bersama. Dan tak kusangka bahwa rumah Haruna dan rumahku dekat sekali. Hanya beda satu blok.
            Semenjak kejadian itu aku dan Haruna jadi teman baik. Hal itupun tercium oleh Rina dan Kojiro di sekolah.  “Hei Doni, apa kamu sekarang sedang dekat dengan Haruna? Atau kamu suka sama dia?” tanya Kojiro.  “Iya Kojiro, mungkin aku  suka sama Haruna. Bagaimana pendapatmu? Apakah dia gadis yang cantik?” tanyaku. “Iya, dia cantik”, jawab Kojiro dengan nada sedikit agak kesal.
 Akupun bingung. Mengapa Kojiro bisa mengucapkan hal itu dengan nada cukup kesal. Aku juga sangat penasaran. Setelah kejadian itu hubunganku dan Kojiro cukup renggang. Dan lebih parahnya lagi Rina yang biasanya sangat baik dan ramah kepadaku malah lebih berpihak ke Kojiro. Hal ini mungkin belum seberapa.  Setiap kali kerja kelompok, aku selalu dibuang dari mereka dan mereka malah memilih Haruna,bukan aku yang notabennya adalah sahabat baik mereka. Mungkinkah Kojiro suka sama Haruna? Tak ada yang tahu. Pokoknya maaf, aku hanya bisa ngobrol dengan Haruna lewat telepon. Sebetulnya aku bisa berkomunikasi dengan Haruna, jika tak  ada Kojiro dan Rina disamping Haruna. Seolah olah Haruna dikawal agar dia tidak bisa dekat denganku.
Suatu hari aku memberanikan diri bertanya kepada Kojiro, “Kojiro, bisakah kita bicara empat mata antar lelaki?”. “Silahkan sajalah. Bisa kita mulai sekarang.” Jawab Kojiro dengan penuh perasaan bijakasana. “Kojiro, aku ingin bertanya sesuatu. Apakah Kau suka sama Haruna? Jika kamu suka Haruna, aku tak keberatan. Aku akan mundur demi persahabatan. Tapi jika kau tidak ada perasaan ke Haruna, bolehkah aku mendekati dia? “ kataku. Kuperhatikan secara seksama muka Kojiro yang putih seketika menjadi Merah padam. Dan katanya,” Tidak bisa! Kalau kau mau mendekati dia langkahi dulu mayatku!” . Mungkin Kojiro sangat marah dengan kata kataku, dan bukannya hal ini semakin mendekatkan aku dengan Kojiro dan Rina, yang ada aku semakin dijauhi oleh Kojiro dan Rina.
Mungkin itu adalah rasa yang sangat menyedihkan. Kehilangan dua sahabat karib kalian hanya gara gara menyukai gadis yang sama.  Tapi aku menerimanya dengan lapang dada. Aku hanya bisa memperhatikan Haruna tersenyum dan tertawa bersama Rina dan Kojiro.  Hanya itu yang menjadi semangat untukku. Meski tak dapat bersama lagi dengan mereka. Beruntung masih banyak sahabat sahabatku yang lain. Tapi sejujurnya tak seindah saat aku bersahabat dengan Kojiro dan Rina.
Suatu hari di sepulang sekolah aku mengikuti mereka bertiga. Mereka berhenti di depan mesin penjual minuman otomatis. Tak lama kemudian aku mendengar dan melihat sendiri. Kojiro ngomong sesuatu kepada Haruna, “Haruna. Sejujurnya aku suka sama kamu. Maukah kamu mau menjadi pacarku?’, kata Kojiro. “Aku masih bingung. Karena sejujurnya aku juga menyukaimu tapi aku akan merasa sangat bersedih karena aku Doni kalian kucilkan. Apakah dia pantas mendapatkan hal itu?” tanya Haruna. “tenang saja Haruna. Kami sengaja menjauhi Kamu dari Doni karena Doni itu bukanlah pria yang baik untukmu. Kojirolah yang sangat baik untukmu. Mungkin dia hanyalah Gaijin (orang asing) yang sepulang dari sini akan kembali ke kampungnya. Dia itu kan orang kampung. Tak usahlah kau pikirkan si Doni itu. Jadi kamu mau terima Kojiro atau tidak?” kata Rina. “Sialan, tak kusangka Rina  bisa bicara sekasar itu tentang aku. Bahkan dia menjelek jelekkan aku dan kampungku. Padahal kan dia juga Orang Indonesia.” Gumamku dalam hati.
            Setelah beberapa lama aku menunggu akhirnya Haruna menjawab kalau dia juga suka sama Kojiro. Dia terima cintanya Kojiro. Dan dengan perasaan hancur, aku keluar dari tempat persembunyianku. Dan aku memberikan ucapan selamat kepada Kojiro dan Ucapan terimakasih kepada Rina karena telah sukses membuat hatiku hancur sehancur hancurnya.
            Dengan hati yang tidak karuan aku pergi meninggalkan mereka bertiga yang tengah berbahagia dan hatiku sangat hancur saat itu. Aku tidak bekerja paruh waktu pada hari itu. Dan akupun langsung pulang kerumah. Sampai rumah aku langsung mandi sambil merenung. Mengapa hal ini terjadi padaku?Haruskah aku pulang ke Indonesia untuk melupakan mereka bertiga dan melupakan cita citaku yang sangat aku inginkan dari kecil? Atau aku akan tetap tinggal di Jepang walau dengan perasaan yang hancur lebur? Mungkin itulah jalan takdirku. Kedua sahabatku bersekutu untuk menghancurkan aku. Wanita yang aku suka mengambil alih posisiku dalam kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar